Sri Mulyani: 2023 Indonesia Optimis Namun Tetap Waspada

Saat ini sedang marak kegalauan tentang ancaman resesi ekonomi tahun 2023. Menyikapi hal tersebut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati S.E., M.Sc., Ph.D. memberikan sebersit harapan. Menurutnya, Indonesia tetap optimis namun tetap harus waspada di tengah resiko tekanan Geopolitik, ancaman resesi, dan persiapan Pemilu 2024.

Hal tersebut ditegaskan Sri Mulyani pada acara Kuliah Umum Menteri Keuangan dalam rangka memperingati HUT Ke-53 Media Indonesia di Grand Studio Metro TV Jakarta Barat, Jumat (3/2/2023). Acara ini dihadiri sejumlah pimpinan berbagai institusi, seperti institusi militer, pemerintahan, termasuk institusi pendidikan tinggi. Rektor Universitas Terbuka (UT)  ikut diundang dalam acara ini diwakili oleh Staf Ahli Bidang Pemasaran pada Kantor Wakil Rektor Bidang Pengembangan Institusi dan Kerja Sama, Yuli Tirtariandi El-Anshori, S.IP., M.AP. Keikutsertaan UT dalam acara ini dirasakan penting agar UT juga bisa mengetahui kebijakan Kementerian Keuangan memasuki masa pasca-pandemi, khususnya kebijakan dalam bidang anggaran Pendidikan. Terlebih lagi saat ini UT sudah berstatus PTN-BH. Selain itu, Media Group (Media Indonesia dan Metro TV) adalah mitra kerja sama UT yang sudah banyak membantu dalam memberikan edukasi publik tentang keberadaan UT sebagai penyelenggara PTJJ. 

Lebih jauh dalam paparannya, Menteri yang akrab disapa Bu Ani ini menyampaikan, pandemi COVID-19 telah meninggalkan luka yang dalam bagi perekonomian Indonesia. “Pada awal pandemi, masyarakat merasa terancam, belum ada penyembuhnya, belum lagi di sektor Sosial Ekonomi dan Keuangan, serta adanya kebimbangan antara menjaga kesehatan dan menjaga perekonomian. Semua itu dirasakan tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia,” ucap Ani. Pandemi pun meninggalkan scarring effect pada cara masyarakat bersikap. Terbukti dengan bergesernya mindset masyarakat yang sudah terbiasa dengan bekerja secara online. Hal ini memiliki nilai positif tetapi memiliki pula efek buruk pada pasar tenaga kerja di seluruh dunia. Banyak masyarakat yang sudah “nyaman” dengan bekerja jarak jauh sehingga menyebabkan meningkatnya demand dan menurunnya supply pada pekerja buruh, sopir, dan tenaga teknis di sektor perindustrian makro.

Namun secara keseluruhan, Indonesia dapat mengatasi pandemi dengan sangat baik dari segi kesehatan. Sejak tahun 2022 pun, kinerja ekonomi Indonesia salah satu yang paling resilien. Terbukti dari data Outlook Pertumbuhan Ekonomi 2022 oleh International Monetary Fund (IMF) yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 salah satu yang tertinggi di antara negara G20 dan ASEAN. Tetapi, ancaman global pun turut menghantui Indonesia, dan yang menjadi concern utama adalah tingkat inflasi dunia serta kemungkinan terjadi resesi.

Pada 2022, terdapat banyak komplikasi pada perekonomian Indonesia. Pertama, ancaman geopolitik berupa Perang Rusia dan Ukraina. Kedua negara tersebut merupakan penyuplai minyak dan gas, gandum, pupuk, serta minyak goreng berbahan biji bunga matahari terbesar di dunia. Disrupsi suplai bahan-bahan tersebut pun menyebabkan pada meningkatnya tingkat inflasi. Kedua, meningkatnya suku bunga oleh bank-bank sentral di Eropa dan Amerika Serikat serta pengetatan moneter secara agresif oleh banyak negara maju. Bank Sentral di Eropa dan Amerika Serikat yang biasanya menerapkan suku bunga sangat rendah, dalam sekejap dapat meningkatkan suku bunganya sebanyak 75 basis poin. Hal ini pun berimbas langsung pada nilai inflasi dunia serta memperbesar kemungkinan terjadinya resesi. Namun, Sri Mulyani menambahkan bahwa Indonesia menjadikan APBN sebagai shock absorber dari inflasi ini.

“Pada saat harga-harga naik dan perekonomian gonjang-ganjing, Indonesia ‘mengorbankan’ APBN-nya dan ‘menyerap’ ketidakstabilan harga tersebut, sehingga perekonomian Indonesia stabil. Pada saat harga minyak dunia naik tinggi, harga BBM Indonesia hanya naik 30% di saat seluruh dunia menaikkan harga sebanyak 200-300%. Hal ini hanya dapat terjadi karena Indonesia menaikkan subsidinya. Dengan kata lain, melalui subsidi, Indonesia ‘menyerap’ naiknya harga minyak, sehingga masyarakat tidak kesulitan,” begitu penjelasan Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini. Menyambung hal tersebut, salah satu perwakilan dari PLN Indonesia Power pun bertanya, mengapa APBN Indonesia defisit, tetapi Pemerintah menyatakan kondisi ekonomi Indonesia resilien dan sehat? Sri Mulyani menegaskan, APBN adalah tools, bukan tujuan. “Bisa saja APBN Indonesia balance, tapi subsidi kami ke PLN dan Pertamina kami tarik. Akibatnya PLN dan Pertamina harus menaikkan harga agar tidak rugi, ujung-ujungnya rakyat yang menderita. APBN itu hanya alat untuk mensejahterakan rakyat. Bukan sebagai ukuran baik-buruknya perekonomian. APBN defisit tetapi itulah skema yang pemerintah lakukan dalam menyeimbangkan perekonomian tanpa harus membebani masyarakat,” jawab Sri Mulyani.

Ia menambahkan, pada tahun 2023 terdapat kemungkinan terjadi resesi, namun Indonesia sedang dalam kondisi yang baik sehingga Sri Mulyani menegaskan untuk tetap waspada. Saat ini, perekonomian Indonesia dalam fase yang baik, kinerja konsumsi, investasi, dan neraca perdagangan pun membaik. Namun, ekonomi global mengalami perlambatan disertai dengan isu geopolitik, sehingga Presiden RI dan IMF yang memperingatkan bahaya resesi adalah bentuk kewajiban pemerintah untuk menjaga Indonesia tetap waspada. Salah satu caranya adalah pengelolaan APBN yang sedang mengalami konsolidasi. Pertama adalah pembelanjaan yang strategis. “Prioritas nasional tetap, mensupport perbaikan ekonomi, iya. Dulu prioritas utama adalah pada COVID-19 di bidang kesehatan. Sekarang bisa dialokasikan ke sektor lain. Tahun ini anggaran pendidikan sebanyak 612 Triliun. Ini tertinggi. Hal ini membuktikan keinginan Pemerintah untuk terus menjaga dan membangun pondasi Indonesia. Jika ingin Indonesia menjadi negara high income, sumber daya manusia adalah yang terpenting. Dana Abadi LPDP menjadi salah satunya. Dana LPDP sekarang mencapai 130 Triliun dan membiayai 35.000 mahasiswa melalui beasiswa. Hal ini menjadi bentuk keseriusan pemerintah dalam menjaga keberlangsungannya di masa depan dengan perhatian lebih pada sektor pendidikan tinggi,” tegasnya.