Berbagai Modus Literasi Hadir di Stan UT

Teknologi digital informasi mengglobal, berita hoax merajalela membanjiri informasi, bagaikan bendungan air raksasa yang jebol dan membanjiri permukiman. Air bendungan tersebut mengalir tiba-tiba masuk pemukiman bercampur air yang ada disekeliling kita. Air memang kita butuhkan, yang kita butuhkan adalah air jernih, ternyata bila sudah melampaui ambang batas, kita akan hanyut oleh air bah yang bercampur dari air yang entah berantah datang secara tiba-tiba. Kejadian seperti ini tak ubahnya seperti perkembangan teknologi informasi komunikasi pada era digital informasi yang booming sejak tahun 90an, hingga sekarang menjadikan siapa saja dapat menyebarkan informasi tanpa melalui seleksi, tidak terkecuali berita-berita hoax, dan popularitas penyebar informasi. Berita-berita tersebut berawal dari kepemilikan peralatan teknologi komunikasi, yang dengan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Kini masyarakat awam yang baru mengenal teknologi digital informasi dapat dengan mudah terpengaruh dan terprovokasi informasi berita hoax, bohong, berita yang terpenggal-penggal tidak lengkap dan utuh. Pengaruh tersebut terjadi tidak saja pada masyarakat awam namun tidak menutup kemungkinan pada semua kalangan masyarakat, bahkan para akademisi. Sungguh ironis, dengan menyebarnya berita bohong, menjadikan penyebar informasi bangga.

Indonesia International Book Fair (IIBF) 2017, dibuka dengan pemukulan gong, Rabu, 6 September 2017 di Assembly Hall, Jakarta Convention Center, Balai Sidang Jakarta. Pada pameran buku internasional ini diikuti oleh penerbit domestik dan manca negara. Dalam foto bersama Husni Syawie (Ketua Panitia IIBF 2017), Rosidayati Rozalina (Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), Ricky Pesik Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), dan Prof. Dadang Suhendar (Perwakilan dari Kemendikbud). Pameran IIBF, berlangsung tanggal 6 s.d 10 September 2017. Hadir pula empat pemenang IKAPI Award, dan salah satunya adalah sebagai Duta Baca Indonesia adalah Najwa Shihab yang tidak asing lagi oleh para pemirsa layar kaca.

pembukaan IIBF_atas_dan_stan_UT_bawah

Universitas Terbuka (UT) hadir dalam dalam pameran IIBF. Kehadiran UT pada event tersebut disambut oleh kalangan muda yang ingin tau lebih jauh tentang UT untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebagai perguruan tinggi Negeri yang menjalankan proses belajar mengjajar jarak jauh, media buku merupakan salah satu dari media yang lebih dulu ada di bandingkan dengan media-media informasi yang berkembang hingga saat ini. Sejak dibuka pada pukul 10.00 WIB oleh panitia pada hari pertama 6 September 2017, stan UT yang megah dan terletak sangat strategis di stan B, dikunjungi oleh ratusan pengunjung yang tertarik dengan UT dan bahan ajar UT.

Buku adalah informasi pada media cetak, sebagai media cetak yang jauh lebih tua dibanding media non cetak yang berkembang saat ini, di mana informasi yang selalu di update setiap saat di media-media sosial. Yang menjadi pertanyaan besar adalah, seiring dengan teknologi dan perkembangan media sosial. Masihkah kita memerlukan buku? Sebuah pertanyaan yang tidak bisa di jawab secara singkat, ya atau tidak. Buku masih diperlukan, membaca buku merupakan perjalanan panjang. Seorang membaca menunda kesimpulan tidak tergesa-gesa menghakimi, baris demi baris, paragraph demi paragraph, halaman demi halaman, bab demi bab harus dilalui. Seorang pembaca buku yang baik tidak akan menyimpulkan kesimpulannya sebelum membaca bab yang paling akhir hingga baris pamungkas.

Seorang pembaca informasi, tidak lagi menjadi aktifitas dua arah antara pembaca dengan teks yang dibacanya, melainkan sudah terakumulasi dengan berbagai informasi yang ada dalam kepala pembaca.

Memaknai informasi yang disampaikan melalui media buku. Membaca, tidak lagi sebagai aktifitas interaksi antara pembaca pada media tulis dalam rangkaian huruf, kata, kalimat yang ada di depannya. Akan tetapi, melibatkan aktifitas teks yang tidak tampak di depannya invisible text. Seperti pengalaman masa lalu seseorang yang pernah dilalui, pengalamanan dengan dunia yang dialami, pengalaman dengan teks yang pernah dibacanya. Disinilah seorang penerima informasi tidak akan menjadi penerima informasi yang pasif, melainkan dapat menjadi transformasi pembuat makna, menjadi bermakna, dan transformasi pembuat makna merupakan tahapan yang paling tinggi (Najwa, dalam orasi literasi).

Bijak dalam media sosial dan buku merupakan literasi informasi yang permanen. Artinya, sebuah buku yang sudah melalui proses panjang hingga cetak dan penyebarannya. Tidak mudah meralat informasi yang sudah menjadi permanen. Dari orasi dan literasi yang disampaikan oleh Najwa, menginspirasi kita untuk dapat mengambil makna, dari informasi yang tidak sepotong-sepotong. Membaca buku hendaknya hingga pada bab yang paling akhir dan baris-baris pamungkas. Pesan tersebut disampaikan untuk kita semua, untuk berbagai kalangan masyarakat, mahasiswa, akademisi, tidak terkecuali mahasiswa UT.